Sabtu, 26 April 2014

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI JAMUR SAPROLEGNIA SP. SERTA PENGGUNAAN FORMALIN UNTUK PENGENDALIAN SAPROLEGNIASIS PADA TELUR IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.)

Pada budidaya perikanan, ikan senantiasa hidup dalam lingkungan yang mengandung berbagai mikrobia patogen. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah Saprolegniasis merupakan penyakit pada ikan dan telur ikan yang disebabkan oleh kapang Saprolegnia atau watermolds(Klinger dan Francis-Flyod, 1996). Arsyad dan Handarini (1991) dalam Rukmana (1997) menyatakan bahwa  Saprolegnia merupakan salah satu hama dan penyakit yang sering menyerang ikan nila merah.
kalsifikasi jamur Saprolegnia sp  Menurut Srikandi Fardiaz (1992), selengkapnya adalah sebagai berikut :
Kelas      :   Phycomycetes
Subklas   :   Oomycetes
Bangsa    :   Saprolegniales
Suku       :   Saprolegniaceae
                        Marga     :   Saprolegnia
Jenis       :   Saprolegnia sp.
Termasuk kedalam spesies jamur Saprolegnia spp adalah ; Saprolegnia australisSaprolegnia ferax, Saprolegnia declina, Saprolegnia longicaulis, Saprolegnia mixta, Saprolegnia parasitica, Saprolegnia sporongium,  Saprolegnia variabilis.
Jamur Saprolegnia sp. termasuk kedalam Klas Phycomycetes (klas Oomycetes), disebut juga dengan jamur ganggang sebab sifatnya mirip dengan ganggang hanya tidak mengandung clorofil. Disusun oleh benang-benang hyfa yang tidak mempunyai sekat pemisah (septa), tetapi bercabang banyak menjadi misellium.
              Klas Phycomycetes ialah klas pertama dari jamur dan dianggap berasal dari algae, (algae-hijau), dan dalam bahasa Belanda jamur ini disebut ”Wierzwammen”. Klas ini terdiri dari 300 genera dengan 1200 spesies yang umumnya mempunyai fungsi untuk menghilangkan partikel organik yang ada dalam air tawar. (Ratentondok A., 1985).
               Klas Phycomycetes dapat dibedakan  atas ;
1.  Zygomycetes, melakukan reproduksi seksual dengan membentuk spora   
 seksual yang disebut zigospora dan
2.  Oomycetes, merupakan jamur yang terdapat diperairan dan tidak umum    terdapat dalam makanan. Anggota dalam Oomycetes disebut jamur tingkat rendah, spesiesnya bervariasi dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Kapang air yang sederhana bersifat uniseluler dan tidak membentuk miselium serta melakukan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospora yang motil, yang mempunyai satu atau dua flagela seperti pada protozoa.Termasuk kedalam oomyces adalah jamur Saprolegnia sp  dan Allomyces (Srikandi Fardiaz, 1992)
Morfologi Saprolegnia sp. adalah sebagai berikut :
·      Kapang Saprolegnia sp. berbentuk benang, menyerupai kapas, berwarna putih sampai kelabu dan coklat (Klinger dan Francis-Flyod, 1996).
·      Hifa Saprolegnia sp. berkoloni pada telur yang telah mati, menghasilkan miselia kusut yang berlebih sehingga mengakibatkan matinya telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut. Hifa Saprolegnia sp. akan menghalangi masuknya air yang mengandung oksigen dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan telur ikan (Bauer et al., 1973 dalam Stoskopf, 1993).
     Strategi untuk kontrol dan pencegahan infeksi saprolegnia adalah :
·      Menurut Bruno dan Wood (1994), kombinasi pengelolaan dan teknik pembenihan yang bagus dengan pengobatan kimia. Khususnya selama periode 2–4 hari setelah pembenihan.
·      Brown dan Gratzek (1980) dalam Meyer (2002) menyatakan bahwa infeksi Saprolegnia sp. pada telur ikan dapat diminimalisasi dengan mengurangi bahan organik dalam air dan direndam dalam larutan antifungal.
     Jamur  Saprolegnia  sp. adalah  jamur air tawar yang hidup di lingkungan air tawar dan memerlukan air untuk tumbuh dan bereproduksi. Jamur Saprolegnia sp dapat juga ditemukan di air payau dan air asin. Sementara itu  Saprolegnia sp. juga digambarkan sebagai "mold",   dengan perbedaan bahwa menjadi "mold" adalah massa jamurnya. Makanan favorit dari jamur  Saprolegnia sp adalah jaringan organik yang sudah mati. Kita  dapat melihat bukti dari jamur saprolegnia pada ikan yang mati, telur ikan yang hidup dan yang mati bahkan pada makanan yang tersisa di air. Secara khusus kita melihat telur koi yang terinfeksi pertama-tama dengan jamur selanjutnya menyebar untuk membunuh telur yang subur. Telur-telur yang terinfeksi memiliki penutup seperti kapas berbenang halus. Jamur Saprolegnia sp juga suka makan pada jaringan yang terbuka dan busuk yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti borok.
          Reproduksi jamur dapat berlangsung secara sexual dan asexual. Reproduksi sexual dapat berlangsung melalui: zygospora, oospora, ascospora atau basidiospora. Reproduksi sexual berlangsung melalui penggabungan inti dari dua sel (antheridium + antheridial) untuk menghasilan oogonium atau bakal jamur (Srikandi Fardiaz, 1992). Reproduksi asexual (somatic vegetatif) dapat berlangsung melalui dua proses yaitu sporulasi dan mycelia terpotong. Dari kedua proses tersebut, reproduksi melalui proses sporulasi umumnya lebih produktif.  Hampir sebagian besar jenis jamur akuatik mampu memproduksi spora (zoospora) berflagel dan dapat berenang bebas sehingga sangat efektif untuk penyebarannya. Spora dari jamur parasitik (obligat atau fakultatif) merupakan unit penginfeksi primer, resisten terhadap panas, kekeringan, dan desinfektan serta mampu melawan mekanisme pertahanan tubuh inang. 
     Keberadaan ikan/telur yang mati di suatu perairan merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan jamur. Pada kondisi tersebut produksi spora infektif juga akan berlangsung secara eksponensial, sehingga peluang terjadinya infeksi jamur pada seluruh populasi tersebut akan sangat mudah meskipun hanya dengan luka atau stressor yang sangat kecil. Hampir semua jenis ikan air tawar termasuk telurnya rentan terhadap infeksi ketiga jenis jamur tersebut, dan transmisi (penularan) yang paling potensial adalah melalui spora di air (horizontal transmission)
     Hal ini lazim terjadi pada kepala atau sirip ikan Dengan menggunakan mikroskop, akan terlihat jamur  Saprolegnia sp  tersusun atas filamen-filamen yang cenderung memiliki ujung-ujung berbentuk speris. Di ujung-ujung inilah yang menjadi rumah bagi zoospore, atau sebagai "benih" dari jamur  Saprolegnia sp, yang memungkinkan bisa berkembang biak.  Filamen-fIlamen tersebut disebut dengan hyphae dan inilah yang membuat jamur  Saprolegnia sp. terlihat seperti kapas. Hyphae inilah yang menyerang jaringan ikan. Pada gambar dapat  dilihat hyphae dengan ujung-ujungnya yang berbentuk speris. Dengan menggunakan mikroskop 400x, struktur tersebut akan terlihat sama.
Gejala klinis .
o  Infeksi saprolegniasis relative mudah dikenali, yaitu terlihat adanya benang benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Gejala tersebut juga dapat digunakan sebagai  diagnosa awal.
o  Diagnosa juga dapat dilakukan secara laboratories dengan cara mengambil mycelia, diletakkan pada permukaan slide glas dan ditetesi sedikit air untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop.
o  Mycelia penyebab saprolegniasis memiliki percabangan dengan struktur hypha aseptate. Reproduksi asexual dapat diamati dari keberadaan zoosporangium pada ujung hypha:  Saprolegnia sp sp. menghasilkan zoospore primer & sekunder.
o  Saprolegnia sp biasanya ditandai dengan munculnya "benda" seperti kapas, berwarna putih, terkadang dengan kombinasi kelabu dan coklat, pada kulit, sirip, insang, mata atau telur ikan. Apabila anda sempat melihatnya di bawah mikroskop maka akan tampak jamur ini seperti sebuah pohon yang bercabang-cabang.
Beberapa larutan antifungal telah direkomedasikan, yaitu perendaman telur ikan dalam larutan malachite green dan atau larutan formalin. Formalin adalah larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% dalam air. Percampuran formaldehid dengan air menyebabkan ikatan ion tidak stabil sehingga formalin mudah berubah menjadi paraformaldehid yang beracun. Formaldehid yang terkandung dalam formalin mampu digunakan sebagai disinfektan. Formaldehid dapat mematikan jaringan dengan cara mendenaturasi protein sehingga jaringan kehilangan fungsi biologisnya (Anonim, 2003).
Penggunaan formalin harus hati-hati karena konsentrasi yang tinggi dapat membahayakan lingkungan, hewan, dan manusia (Fitzpatrick et al., 1995). Menurut Floyd (1996), penggunaan formalin yang aman untuk manusia dan ikan adalah:
1.    formalin disimpan di daerah yang terlindung panas dan dingin,
2.    jika temperatur air lebih dari 21 °C, maka konsentrasi formalin dikurangi karena toksisitasnya meningkat pada air dengan suhu tinggi,
3.    konsentrasi formalin tidak melebihi 10 mg/L jika digunakan untuk pencegahan parasit pada ikan yang dikonsumsi seperti ikan bandeng, lele, gurami, dan nila.
Penelitian ini mencoba menggunakan formalin dengan berbagai konsentrasi untuk pengendalian saprolegniasis pada telur ikan nila merah (Oreochromis sp.).
          Pada konsentrasi formalin 1,5 ml/L mulai terjadi penurunan berat kering, sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L terjadi penurunan berat kering cukup besar Pada konsentrasi formalin 0,5–1,5 ml/L tidak ada hambatan pada pertumbuhan kapang Saprolegnia sp., sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L mulai ada zona hambatan. Saprolegnia sp.  hanya tumbuh di media yang mengandung formalin 3 ml/L ppm, masa inkubasi 5 menit. Sebagai kontrol positif pertumbuhan kapang adalah konsentrasi fenol 0. Pada konsentrasi formalin 0, 4, 5, dan 6 ml/L dengan lama perendaman 5, 10, dan 15 menit tidak ada telur yang lisis dan mati.
          Penghambatan pada pertumbuhan Saprolegnia sp. ditunjukkan dengan adanya penurunan berat kering semakin tinggi konsentrasi formalin semakin rendah berat kering dari Saprolegnia sp. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya hambat formalin terhadap pertumbuhan Saprolegnia sp. semakin besar. Pada konsentrasi 1,5 ml/L mulai terjadi penurunan berat kering, sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L terjadi penurunan berat kering cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut telah terjadi penghambatan pertumbuhan dari kapang Saprolegnia sp. Oleh karena itu, nilai MIC dapat ditentukan pada konsentrasi 2 ml/L.
          pada konsentrasi formalin 0,5–1,5 ml/L pertumbuhan Saprolegnia sp. pada kultur hampir tidak dapat dihambat. Sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L terdapat zona hambatan sebesar 0,36 mm. Oleh karena itu, nilai MIC ditentukan pada konsentrasi 2 ml/L. semakin tinggi konsentrasi formalin semakin tinggi pul rerata jumlah telur ikan nila yang tidak terinfeks Saprolegnia sp. Pada kelompok kontrol, semua telu terinfeksi Saprolegnia sp. Pada perendaman formalin 4 m L, rerata jumlah telur yang tidak terinfeksi kapang sebesa 82%. Pada perendaman formalin 4 ml/L, rerata jumlah telur yang tidak  terinfeksi 92%. Sedangkan pada perendama formalin 6 ml/L, rerata jumlah telur yang tidak terinfeks 96%.
          Hal tersebut menunjukkan bahwa perendaman telur dalam larutan formalin berpengaruh terhadap pengendalian saprolegniasis pada telur ikan nila merah (Oreochromis sp.) dan perbedaan konsentrasi formalin juga berpengaruh pada jumlah telur ikan nila yang tidak terinfeksi kapang. Penelitian ini memperkuat pendapat Anonim (2003) bahwa formalin dapat digunakan untuk pengobatan saprolegniasis karena formalin merupakan zat kimia yang bersifat toksik dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Formalin mudah masuk dalam sel atau jaringan secara osmosis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1.  formalin dapat digunakan untuk pengendalian saprolegniasis,
2.  konsentrasi formalin yang efektif dan aman untuk pengendalian saprolegniasis adalah 4 ml/L.







 DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Sri P. A. 2006. Penggunaan Formalin Untuk
          Pengendalian Sapprolegniasis pada Telur Ikan Nila Merah
          (Oreochromis sp.)[Jurnal]. Univ. Airlangga. Surabaya.

Rahmaningsih, Sri. 2011. Jamur Saprolegnia sp. Penyebab Penyakit
          pada Ikan. [blogspot].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar