Pada budidaya perikanan,
ikan senantiasa hidup dalam lingkungan yang mengandung berbagai mikrobia
patogen. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah Saprolegniasis
merupakan penyakit pada ikan dan telur ikan yang disebabkan oleh kapang Saprolegnia
atau watermolds(Klinger dan Francis-Flyod, 1996). Arsyad dan Handarini (1991) dalam Rukmana (1997) menyatakan
bahwa Saprolegnia merupakan salah satu
hama dan penyakit yang sering menyerang ikan nila merah.
kalsifikasi
jamur Saprolegnia sp Menurut Srikandi
Fardiaz (1992), selengkapnya adalah sebagai berikut :
Kelas : Phycomycetes
Subklas : Oomycetes
Bangsa : Saprolegniales
Suku : Saprolegniaceae
Marga : Saprolegnia
Jenis : Saprolegnia sp.
Termasuk kedalam spesies jamur Saprolegnia spp adalah ; Saprolegnia
australis, Saprolegnia ferax, Saprolegnia declina, Saprolegnia
longicaulis, Saprolegnia mixta, Saprolegnia parasitica, Saprolegnia
sporongium, Saprolegnia variabilis.
Jamur Saprolegnia sp. termasuk kedalam Klas Phycomycetes (klas Oomycetes), disebut
juga dengan jamur ganggang sebab sifatnya mirip dengan ganggang hanya tidak
mengandung clorofil. Disusun oleh benang-benang hyfa
yang tidak mempunyai sekat pemisah (septa), tetapi bercabang banyak menjadi
misellium.
Klas
Phycomycetes ialah klas pertama dari
jamur dan dianggap berasal dari algae, (algae-hijau), dan dalam bahasa Belanda
jamur ini disebut ”Wierzwammen”. Klas ini terdiri dari 300 genera
dengan 1200 spesies yang umumnya mempunyai fungsi untuk menghilangkan partikel
organik yang ada dalam air tawar. (Ratentondok A., 1985).
Klas
Phycomycetes dapat dibedakan atas ;
1. Zygomycetes, melakukan reproduksi seksual dengan membentuk spora
seksual yang disebut zigospora dan
2. Oomycetes, merupakan jamur yang terdapat diperairan dan tidak umum terdapat dalam makanan. Anggota
dalam Oomycetes disebut jamur tingkat rendah, spesiesnya bervariasi dari yang
sederhana sampai yang lebih kompleks. Kapang air yang sederhana bersifat uniseluler dan tidak membentuk miselium
serta melakukan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospora yang motil, yang
mempunyai satu atau dua flagela seperti pada protozoa.Termasuk kedalam oomyces
adalah jamur Saprolegnia sp dan Allomyces (Srikandi
Fardiaz, 1992)
Morfologi Saprolegnia sp. adalah sebagai berikut :
· Kapang
Saprolegnia sp. berbentuk benang,
menyerupai kapas, berwarna putih sampai kelabu dan coklat (Klinger dan
Francis-Flyod, 1996).
· Hifa
Saprolegnia sp. berkoloni pada telur
yang telah mati, menghasilkan miselia kusut yang berlebih sehingga
mengakibatkan matinya telur hidup yang berada di sekitar telur mati tersebut.
Hifa Saprolegnia sp. akan menghalangi masuknya air yang mengandung oksigen
dalam telur, sehingga mengganggu pernapasan telur ikan (Bauer et al., 1973 dalam Stoskopf, 1993).
Strategi untuk kontrol dan pencegahan
infeksi saprolegnia adalah :
· Menurut
Bruno dan Wood (1994), kombinasi pengelolaan dan teknik pembenihan yang bagus
dengan pengobatan kimia. Khususnya selama periode 2–4 hari setelah pembenihan.
· Brown
dan Gratzek (1980) dalam Meyer (2002)
menyatakan bahwa infeksi Saprolegnia
sp. pada telur ikan dapat diminimalisasi dengan mengurangi bahan organik dalam
air dan direndam dalam larutan antifungal.
Jamur Saprolegnia sp. adalah
jamur air tawar yang hidup di lingkungan
air tawar dan memerlukan air untuk tumbuh dan bereproduksi. Jamur Saprolegnia sp dapat
juga ditemukan di air payau dan air asin. Sementara itu Saprolegnia sp. juga
digambarkan sebagai "mold", dengan perbedaan bahwa
menjadi "mold" adalah massa jamurnya. Makanan favorit dari
jamur Saprolegnia sp adalah jaringan organik yang
sudah mati. Kita dapat melihat bukti dari jamur saprolegnia pada
ikan yang mati, telur ikan yang hidup dan yang mati bahkan pada makanan yang
tersisa di air. Secara khusus kita melihat telur koi yang terinfeksi
pertama-tama dengan jamur selanjutnya menyebar untuk membunuh telur yang subur.
Telur-telur yang terinfeksi memiliki penutup seperti kapas berbenang
halus. Jamur Saprolegnia sp juga suka makan pada
jaringan yang terbuka dan busuk yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
borok.
Reproduksi
jamur dapat berlangsung secara sexual dan asexual. Reproduksi sexual dapat
berlangsung melalui: zygospora, oospora, ascospora atau basidiospora.
Reproduksi sexual berlangsung melalui penggabungan inti dari dua sel
(antheridium + antheridial) untuk menghasilan oogonium atau bakal jamur
(Srikandi Fardiaz, 1992). Reproduksi asexual (somatic vegetatif) dapat
berlangsung melalui dua proses yaitu sporulasi dan mycelia terpotong. Dari
kedua proses tersebut, reproduksi melalui proses sporulasi umumnya lebih produktif. Hampir
sebagian besar jenis jamur akuatik mampu memproduksi spora (zoospora) berflagel
dan dapat berenang bebas sehingga sangat efektif untuk penyebarannya. Spora
dari jamur parasitik (obligat atau fakultatif) merupakan unit penginfeksi primer,
resisten terhadap panas, kekeringan, dan desinfektan serta mampu melawan
mekanisme pertahanan tubuh inang.
Keberadaan
ikan/telur yang mati di suatu perairan merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan jamur. Pada kondisi tersebut produksi spora infektif juga akan
berlangsung secara eksponensial, sehingga peluang terjadinya infeksi jamur pada
seluruh populasi tersebut akan sangat mudah meskipun hanya dengan luka atau
stressor yang sangat kecil. Hampir semua jenis ikan air tawar termasuk telurnya
rentan terhadap infeksi ketiga jenis jamur tersebut, dan transmisi (penularan)
yang paling potensial adalah melalui spora di air (horizontal transmission)
Hal ini lazim terjadi pada kepala atau
sirip ikan Dengan menggunakan mikroskop, akan terlihat jamur Saprolegnia sp tersusun
atas filamen-filamen yang cenderung memiliki ujung-ujung berbentuk speris. Di
ujung-ujung inilah yang menjadi rumah bagi zoospore, atau sebagai
"benih" dari jamur Saprolegnia sp, yang
memungkinkan bisa berkembang biak. Filamen-fIlamen tersebut disebut dengan hyphae
dan inilah yang membuat jamur Saprolegnia sp. terlihat
seperti kapas. Hyphae inilah yang menyerang jaringan ikan. Pada gambar
dapat dilihat hyphae dengan ujung-ujungnya yang berbentuk
speris. Dengan menggunakan mikroskop 400x, struktur tersebut akan terlihat
sama.
Gejala klinis .
o Infeksi
saprolegniasis relative mudah dikenali, yaitu terlihat adanya benang benang
halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal
ikan. Gejala tersebut juga dapat digunakan
sebagai diagnosa awal.
o Diagnosa juga dapat dilakukan secara laboratories dengan cara mengambil
mycelia, diletakkan pada permukaan slide glas dan ditetesi sedikit air untuk
selanjutnya diamati di bawah mikroskop.
o Mycelia penyebab saprolegniasis memiliki percabangan dengan struktur hypha
aseptate. Reproduksi asexual dapat diamati dari keberadaan zoosporangium pada
ujung hypha: Saprolegnia sp sp. menghasilkan
zoospore primer & sekunder.
o Saprolegnia sp biasanya ditandai dengan
munculnya "benda" seperti kapas, berwarna putih, terkadang dengan
kombinasi kelabu dan coklat, pada kulit, sirip, insang, mata atau telur
ikan. Apabila anda sempat melihatnya di bawah mikroskop maka akan tampak
jamur ini seperti sebuah pohon yang bercabang-cabang.
Beberapa larutan antifungal
telah direkomedasikan, yaitu perendaman telur ikan dalam larutan malachite
green dan atau larutan formalin. Formalin adalah larutan formaldehid dengan
konsentrasi 37% dalam air. Percampuran formaldehid dengan air menyebabkan
ikatan ion tidak stabil sehingga formalin mudah berubah menjadi paraformaldehid
yang beracun. Formaldehid yang terkandung dalam formalin mampu digunakan
sebagai disinfektan. Formaldehid dapat mematikan jaringan dengan cara
mendenaturasi protein sehingga jaringan kehilangan fungsi biologisnya (Anonim,
2003).
Penggunaan formalin harus
hati-hati karena konsentrasi yang tinggi dapat membahayakan lingkungan, hewan,
dan manusia (Fitzpatrick et al., 1995). Menurut Floyd (1996), penggunaan
formalin yang aman untuk manusia dan ikan adalah:
1.
formalin disimpan di daerah yang terlindung
panas dan dingin,
2.
jika temperatur air lebih dari 21 °C, maka
konsentrasi formalin dikurangi karena toksisitasnya meningkat pada air dengan
suhu tinggi,
3.
konsentrasi formalin tidak melebihi 10 mg/L jika
digunakan untuk pencegahan parasit pada ikan yang dikonsumsi seperti ikan
bandeng, lele, gurami, dan nila.
Penelitian ini mencoba menggunakan formalin
dengan berbagai konsentrasi untuk pengendalian saprolegniasis pada telur ikan
nila merah (Oreochromis sp.).
Pada konsentrasi formalin 1,5 ml/L mulai terjadi penurunan
berat kering, sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L terjadi penurunan berat kering
cukup besar Pada konsentrasi formalin 0,5–1,5 ml/L tidak ada hambatan pada
pertumbuhan kapang Saprolegnia sp.,
sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L mulai ada zona hambatan. Saprolegnia sp. hanya tumbuh di media yang mengandung
formalin 3 ml/L ppm, masa inkubasi 5 menit. Sebagai kontrol positif pertumbuhan
kapang adalah konsentrasi fenol 0. Pada konsentrasi formalin 0, 4, 5, dan 6
ml/L dengan lama perendaman 5, 10, dan 15 menit tidak ada telur yang lisis dan
mati.
Penghambatan pada pertumbuhan Saprolegnia sp. ditunjukkan dengan adanya penurunan berat kering
semakin tinggi konsentrasi formalin semakin rendah berat kering dari Saprolegnia sp. Hal tersebut menunjukkan
bahwa daya hambat formalin terhadap pertumbuhan Saprolegnia sp. semakin besar. Pada konsentrasi 1,5 ml/L mulai
terjadi penurunan berat kering, sedangkan pada konsentrasi 2 ml/L terjadi
penurunan berat kering cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
konsentrasi tersebut telah terjadi penghambatan pertumbuhan dari kapang Saprolegnia sp. Oleh karena itu, nilai
MIC dapat ditentukan pada konsentrasi 2 ml/L.
pada konsentrasi formalin 0,5–1,5 ml/L pertumbuhan
Saprolegnia sp. pada kultur hampir tidak dapat dihambat. Sedangkan pada
konsentrasi 2 ml/L terdapat zona hambatan sebesar 0,36 mm. Oleh karena itu,
nilai MIC ditentukan pada konsentrasi 2 ml/L. semakin tinggi konsentrasi
formalin semakin tinggi pul rerata jumlah telur ikan nila yang tidak terinfeks
Saprolegnia sp. Pada kelompok kontrol, semua telu terinfeksi Saprolegnia sp.
Pada perendaman formalin 4 m L, rerata jumlah telur yang tidak terinfeksi
kapang sebesa 82%. Pada perendaman formalin 4 ml/L, rerata jumlah telur yang
tidak terinfeksi 92%. Sedangkan pada
perendama formalin 6 ml/L, rerata jumlah telur yang tidak terinfeks 96%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perendaman telur dalam
larutan formalin berpengaruh terhadap pengendalian saprolegniasis pada telur
ikan nila merah (Oreochromis sp.) dan perbedaan konsentrasi formalin juga
berpengaruh pada jumlah telur ikan nila yang tidak terinfeksi kapang.
Penelitian ini memperkuat pendapat Anonim (2003) bahwa formalin dapat digunakan
untuk pengobatan saprolegniasis karena formalin merupakan zat kimia yang
bersifat toksik dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Formalin mudah
masuk dalam sel atau jaringan secara osmosis.
Kesimpulan dari penelitian
ini adalah :
1. formalin
dapat digunakan untuk pengendalian saprolegniasis,
2. konsentrasi
formalin yang efektif dan aman untuk pengendalian saprolegniasis adalah 4 ml/L.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Sri P. A. 2006. Penggunaan
Formalin Untuk
Pengendalian
Sapprolegniasis pada Telur Ikan Nila Merah
(Oreochromis sp.)[Jurnal]. Univ.
Airlangga. Surabaya.
Rahmaningsih, Sri. 2011. Jamur
Saprolegnia sp. Penyebab Penyakit
pada
Ikan. [blogspot].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar