Selasa, 29 April 2014

Bioteknologi Aquaculture

Penilaian Ekoefisien Budidaya Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)  Berbasis teknologi Bioflok

Dalam sistem berbasis lahan, budidaya tidak hanya mengambil air dan mengembalikannya, akan tetapi kondisi air buangan yang dikeluarkan dalam kondisi sudah terdegradasi. Di daerah beriklim tropis penggunaan air juga berarti mempercepat hilangnya air permukaan tanah karena penguapan dan rembesan dengan rerata 1-3% volume kolam per hari (Kautsky et al , 2000a).  Untuk mengurangi dampak negatif limbah budidaya terhadap lingkungan, budidaya udang dapat dilakukan dengan sistem zero exchange water sehingga dapat mengurangi resiko pencemaran limbah budidaya udang ke perairan umum (Crab, et al. 2009). Namun pergantian air yang terbatas dan kepadatan tinggi berpotensi menaikan resiko akumulasi bahan organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan, residu ekskresi ammonia dan sisa metabolisme (Read & Fernandes, 2003). Reduksi ammonia dan nitrit dapat dilakukan dengan perlakuan kimia, fisika dan biologi,
Salah satunya adalah dengan penerapan teknologi bioflok (bio-floc technology system) (Avnimelech, 1999). Penerapan teknologi bioflok dalam kegiatan budidaya udang/ikan prinsipnya memanfaatkan limbah ammonia dan nitrit pada kolam budidaya menjadi bahan pakan alami dengan bantuan bakteri heterotrofik, akan tetapi proses penyerapan nitrogen anorganik oleh bakteri hanya terjadi ketika rasio C/N lebih tinggi dari 10 (Burford, 2003). Ballester et al (2010) mengatakan bahwa teknologi bioflok pada budidaya ikan dan udang dapat mengurangi konsumsi tepung ikan dan rasio konversi pakan ikan dapat dikurangi karena tergantikan oleh produksi pakan alami berupa bioflok. Dalam hal penggunaan energi, jejak carbon terkait kegiatan budidaya udang meliputi penggunaan langsung,
Bila dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional teknologi bioflok dianggap lebih ramah lingkungan karena hemat dalam hal penggunaan air, pergantian air yang terbatas mengurangi risiko penyebaran patogen, dan penggunaan lahan lebih optimal karena kepadatan tinggi (McIntosh et al., 2000). Dalam budidaya intensif, pemberian pakan dan teknik pemeliharaan kualitas air dengan sistem tertutup dan pergantian air terbatas, membuka peluang penggunaan energi tinggi dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan (Folke 1988). Roy dan Knowles (1995) mengkritisi bahwa teknologi bioflok hanya berkonsentrasi pada konversi TAN (total ammonia nitrogen) menjadi nitrit, tetapi tidak memperhitungkan konsumsi O2 yang dibutuhkan untuk proses aerobik oleh bakteri dalam proses mengubah nitrit menjadi nitrat. Teknik bioflok dapat menyebabkan masalah lingkungan lain yang berkaitan dengan akumulasi nitrat. Klaim ramah lingkungan teknologi bioflok masih terbatas pada berkurangnya dampak lingkungan perairan, seperti pencemaran bahan organik, penyebaran patogen dan efesiensi penggunaan lahan serta air, sementara input energi, kebutuhan bahan dan peralatan juga berpotensi menyumbang potensi penurunan kualitas lingkungan global.
Penerapan teknologi bioflok tidak serta merata menyelesaikan persoalan lingkungan pada kegiatan budidaya udang vanname, karena masih menjadi perdebatan karena input energi dan bahan dalam penerapannya. Salah satu cara untuk mengukur keberlanjutan lingkungan suatu kegiatan produksi adalah dengan penilaian ekoefesiensi. Ekoefisiensi adalah alat bantu untuk mengukur nilai skala lingkungan suatu produk dari prespektif ekonomi dan biaya lingkungan yang ditimbulkan. Ekoefisiensi didefinisikan sebagai konsep efisiensi yang memasukan aspek sumberdaya alam dan proses produksi yang meminimalkan input bahan baku, air, energi serta dampak lingkungan per unit produksi. World Bussiness Council for Sustainable Development memperkenalkan konsep tersebut dan mengidentifikasi adanya tujuh faktor kunci dalam eko-efisensi yaitu, pengurangan bahan baku, mengurangi konsumsi energi, mengurangi pencemaran, memperbesar daur ulang bahan, memperbesar porsi sumberdaya alam yang  renewable, memperpanjang umur pakai produk dan meningkatkan intensitas pelayanan (ProLH, 2007).
Biomassa mikroba/ bakteri yang tumbuh di kotoran ikan, pakan yang tidak terzmakan dan limbah budidaya dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan pada media budidaya, seperti ammonium. Kekuatan utama dan pendorong berjalannya sistem ini adalah pertumbuhan bakteri heterotrofik secara intensif (Avnimelech, 2006). Bakteri heterotrof diberikan guna membantu proses penguraian limbah nitrogen organik dari pakan dan sisa metabolisme untuk diubah menjadi biomassa bakteri (Schneider et al., 2006). Biofloc Technology System adalah upaya menumbuhkan bakteri heterotrofik dan alga dalam flock (kumpulan) pada kondisi terkendali di dalam perairan.
Karakter kunci penerapan teknologi ini penggunaan geomembrane untuk melapisi dasar dan pematang tambak yang bertujuan agar proses biokimia di dalam tambak dapat dikendalikan. Kincir air digunakan untuk mensuplai oksigen
agar proses oksidasi dan kebutuhan respirasi terpenuhi, seiring pemberian karbon organik untuk menjaga C:N ratio berada pada level > 10. Dari hasil observasi dan interview diperoleh data inventory input bahan dan sumberdaya seperti tertera pada tabel 2. Hasil perhitungan LCIA menunjukan bahwa dampak lingkungan yang berasal energi listrik memberi kontribusi tertinggi, menyusul input pakan dan bahan kimia. Berdasarkan sumber bahan dan energi yang digunakan dalam proses budidaya tersebut, kontribusi dampak diatas 5% adalah listrik (42%), penggunaan klorin (27%), transportasi bahan (19%), dan bahan-bahan lain (14%).
Penilaian dampak lingkungan dari siklus produksi dengan menggunakan metode eco-indicator 95 dan perhitungan eco-costs 2012 menghasilkan besaran biaya virtual sebagai biaya preventif pecegahan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Biaya lingkungan setelah dilakukan normalisai dan pembobotan dari lima kategori dampak lingkungan yaitu  achidification,  carcinogens,  eutrophication,  greenhouse dan  summer smog pada kegiatan tersebut adalah Rp.1.089.170,-. (berdasarkan nilai konversi euro ke rupiah bank indonesia tgl 2 Agustus 2013). Biaya terbesar proses budidaya untuk menghasilkan 1 ton udang vanname dengan teknologi bioflok adalah pakan dengan nilai sebesar Rp. 18.301.500,- (69%), menyusul listrik Rp. 4.972.500,-(19%) dan biaya lainnya termasuk benih, bahan kimia dan HDPE sebesar Rp. 3.422.452,- (12%). Total biaya operasional per ton produksi diluar biaya investasi tambak dan tenaga kerja adalah Rp. 26.696.452,-. Harga jual udang vanname selain dipengaruhi pasar seperti persediaan dan permintaan pasar, juga dipengaruhi oleh ukuran udang yaitu satuan jumlah udang per kg. Semakin besar ukuran per satuan udang, maka semakin tinggi harganya.
Berdasarkan data penjualan dengan ukuran size 60 ekor/kg harga jualnya adalah Rp. 50.000,-/kg. Nilai 1 ton udang vanname dengan ukuran tersebut akan menghasilkan Rp. 50.000.000,-. Dengan demikian  net value kegiatan tersebut adalah Rp. 23.303.548,-. Nilai Eco-Effeciency Indek (EEI) diperoleh dengan membagi price-cost  dibagi nilai semua biaya meliputi biaya riil dan biaya virtual untuk pencegahan dampak lingkungan. Nilai EEI pada kegiatan tersebut berada pada rentang 0-1 yaitu sebesar 0,856 artinya kegiatan budidaya udang vanname berbasis bioflok dalam katagori affordable (terjangkau secara ekonomi) dan belum masuk dalam katagori  sustainable (berkelanjutan). Pada dasarnya penilaian ekoefeisensi adalah cara cepat untuk mengetahui bagaimana kegiatan ekonomi mempengaruhi lingkungan alam untuk mencipatakan sebuah nilai ekonomi. Dengan nilai EVR 0,048, walaupun nilai EEI menandakan tidak sustainable namun pengaruh tersebut masih tergolong kecil, dengan mengevaluasi penggunaan bahan dan input energi listrik maka nilai EVR bisa diperkecil. Bila nilai EVR semakin kecil maka nilai kelayakan proses produksi udang vanname berbasis bioflok semakin tinggi.
Karena merupakan upaya peningkatan kualitas lingkungan dari setiap nilai ekonomi yang diciptakan maka tingkat ekoefisiensi dapat dikuantifikasikan. Nilai EER rate pada budidaya udang vanname berbasis teknologi bioflok adalah 61%, nilai ini dipengaruhi oleh biaya lingkungan yang ditanggung. Semakin kecil dampak lingkungan yang ditimbulkan maka semikn kecil biaya preventif yang harus dibayarkan dan dengan demikian maka semakin besar nilai EER rate. Berbeda dengan teknik konvensional seperti biofiltrasi, bioflok teknologi mendukung penguraian nitrogen, bahan organik dan biologis asalkan oksigen terlarut dalam air tinggi (Avnimelech, 2009). Penerapan teknologi bioflok membutuhkan manajemen yang tepat agar bisa berfungsi baik seiring tuntutan pengurangan dampak lingkungan akibat kebutuhan bahan dan energi.
Teknologi bioflok berusaha mereduksi akumulasi  ammonium nitrogen dari kemungkinan pecemaran akibat pembuangan limbah, namun input bahan dan energi listrik yang besar belum memenuhi konsep  sustainable menurut perhitungan EEI. Untuk meningkatkan eko-efesiensi dan reduksi dampak lingkungan maka perlu untuk mempertimbangakan kembali penggunaan energi dan bahan yang menyumbang dampak lingkungan tinggi energi listrik, pakan dengan bahan baku impor dan bahan kimia (klorin).
Kontribusi dampak lingkungan terbesar kegiatan budidaya udang vaname di BBPBAP Jepara berasal dari input energi listrik, input pakan udang, dan bahan kimia. Nilai net value per ton produksi adalah Rp. 23.303.548,-, nilai EEI 0,856, nilai EVR 0,046, dan EER  rate sebesar 95%. Dari penilaian EEI kegiatan produksi udang vanname dengan biofloc technology system tergolong dalam kategori affordable (terjangkau secara ekonomi) dan belum masuk dalam katagori sustainable (berkelanjutan). Nilai ekoefisiensi perlu ditingkatkan dengan mereduksi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan bahan, peralatan dan konsumsi energi. Dengan perbaikan manajemen diharapkan akan
mengurangi biaya produksi dan biaya lingkungan sehingga dapat meningkatkan net value dan ekoefisiensi usaha.






Dapus

Ma’in, Sutrisno Anggoro dkk.2013. Penilaian Ekoefisien Budidaya Intensif
Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)  Berbasis teknologi Bioflok.
[jurnal]  FPIK. Univ. Diponegoro. Semarang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar