Kerang Mutiara (Pinctada maxima)
Indonesia
sebagai salah satu produsen mutiara dunia patut dibanggakan, terutama
karena mutiara yang diproduksi merupakan
jenis south sea pearl. Mutiara jenis ini hanya dihasilkan dari kerang jenis
Pinctada maxima dan merupakan jenis mutiara termahal di dunia (Sujoko, 2010).
Jenis kerang penghasil mutiara antara lain Pinctada margaritifera, P. maxima,
P. fucata, Pteria sternia, dan Pteria
penguin. Adapun yang dikembangkan di Indonesia adalah P.
maxima, P. margaritifera, dan P. penguin (Sutaman, 1993; Winanto, 2004).
Berkembangnya
budidaya mutiara ternyata menjadi pemicu meningkatnya permintaan spat dan
kerang mutiara siap operasi. Namun spat yang berasal dari alam jumlahnya
terbatas, sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim (Winanto, 1996). Produksi
melalui hacthery merupakan pendekatan
yang paling memungkinkan dalam penyediaan spat (Rupp et al., 2005). Pada
mulanya, teknologi pembenihan kerang mutiara terkesan “rahasia” karena hanya
dikuasai oleh teknisi- teknisi asing yang kebanyakan dari Jepang bekerja di hatchery (tempat pembenihan). Kerang
mutiara juga masih terbatas pada perusahaan besar yang kebanyakan PMA (Penanam
Modal Asing). Menjelang tahun 2000, berkembanglah hatchery yang dimiliki oleh
pengusaha lokal dan dikerjakan oleh tenaga domestik akan tetapi berbagai
teknologi pembenihan hatchery masih
belum dikuasai perusahaan lokal (Sujoko, 2010).
Pengembangan
perikanan budidaya dalam rangka pembangunan kelautan dan perikanan dilakukan
untuk mewujudkan visi Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu menjadikan Indonesia
sebagai produsen kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015. Oleh
karena itu, kebijakan pembangunan perikananan budidaya diimplementasikan dalam
bentuk program peningkatan produksi perikanan budidaya (Sujoko, 2010).
Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk sebagai hewan lunak, yaitu hewan yang dalam biologi
dimasukkan ke dalam pilum Mollusca, dimana pilum tersebut terbagi atas enam
kelas yaitu: (1) Monoplacophora; (2) Amphineura; (3) Gastropoda; (4)
Lamellibranchiata atau Pellecypoda; (5) Scaphopoda; (6) Cephalopoda. Tiram
mutiara dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Invertebrata, pilum Mollusca, klas Pellecypoda, ordo Anysomyaria, famili Pteridae, genus Pinctada, spesies Pinctada
sp. dan Pteria sp.
Menurut
direktorat jendral perikanan et.al (2001),
ciri-ciri dari Pinctada maxima adalah
sebagai berikut, ukuran dewasa penuh 12 inchi, rata-rata 8 inchi, bentuk
cangkang rata warna luar cangkang coklat kuning, dan warna garis cangkang pucat
hanya suatu jejak, nacre berwarna putih perak, pinggiran berwarna kuning emas,
garis engsel sedang, berat 9-10 cangkang tiap kan.
Tubuh
tiram mutiara terdiri atas tiga bagian yaitu: kaki, mantel dan kumpulan organ
bagian dalam. Kaki merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis,
terdiri atas susunan jaringan otot yang dapat meregang. Tiram mutiara termasuk
monomary, yaitu hewan yang memiliki otot tunggal yang berfungsi untuk membuka
dan menutup cangkang. Seperti pada semua molusca cangkang tiram mutiara
dibentuk oleh mantel dengan cara mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk
struktur cangkang dengan corak warna yang berbeda beda tergantung pada faktor
lingkungan dan genetik. Mantel membungkus organ bagian dalam dan memisahkan dengan
bagian cangkang, selain itu juga berfungsi untuk menyeleksi unsur-unsur yang
terhisap ke dalam tebuh dan jika dalam tubuhnya terdapat kotoran maka mantel
akan menyemburkan kotoran itu keluar. Bagian mantel tersusun dari berkas
jaringan sel yang berbentuk kolom-kolom yang homogen. Bentuk jaringan sel
bagian ujung mantel dan bagian tengah sama dengan bagian dalam. Pinctada maxima
hidup pada kedalaman 5 - 40 meter, dengan salinitas kurang lebih 30 ppt, suhu
29 - 31 derajat Celsius. Kecerahan 4,5 - 7,5 meter.
Mutiara
peliharaan diproduksi dengan memasukkan butiran manik-manik yang terbuat dari
kulit cangkang tiram mutiara pada bagian dari lapisan induk mutiara ke dalam
lapisan mantel yang mengeluarkan lapisan mutiara. Tiram memperlakukan
manik-manik tersebut sebagai penyakit dan menyelimutinya dengan lapisan nacre.
Jadi perbedaan dasar mutiara alam dan peliharaan adalah partikel dan ukurannya,
yang masuk dalam tubuh tiram secara alami dan dibuat oleh manusia serta cara
terjadinya. Mutara blister di produksi dengan memasukkan separoh manik-manik,
ditempelkan didinding cangkang bagian dalam. Setelah lapisan nacre menyelimuti
manik-manik, bentuk yang terjadi tersebut dan lapisan nacre lainnya yang telah
dibentuk melengkung, ditempelkan ke bagian datar dari manik-manik. Hasilnya
juga disebut sebagai mutiara 'mabe'.
Bentuk
mutiara diklasifikasikan sebagai berikut: bentuk bundar, bentuk bulat, bentuk
bulat telur, bentuk airmata, bentuk kancing baju, bentuk baroque (seluruh
bentuk yang tidak biasa selain yang telah diberi nama tersebut diatas), bentuk
gotri (bentuk baroque, tetapi dengan kilauan yang sedikit); bentuk tiga
perempat (tiga-perempat bulat dengan satu permukaan datar), mutiara biji
(bentuknya tidak simeteris dan sangat kecil), mutiara debu (terlalu kecil untuk
digunakan sebagai batu permata) dan mutiara blister (bentuk mutiara yang
menempel di cangkang).
Nilai
dari sebutir mutiara didasarkan pada : warna, kilau, translusensi, tekstur,
bentuk dan ukuran. Mutiara yang terbaik akan memiliki warna asli dari mutiara,
overtone yang kuat dengan kemilau yang tinggi; semi- translusensi yang kuat,
tidak retak, tergores, dan penyok atau cacat, bentuk bundar; ukurannya besar.
Nilai dari sebutir mutiara yang dapat diperkirakan dengan menduga dengan suatu
harga dasar dengan kuadrat dari beratnya, sehingga dengan suatu penambahan
ukuran yang sedikit mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilainya. Penilaian
terhadap mutiara akan lebih kompleks daripada terhadap berlian. Mutiara yang
besar lebih jarang ada di banding dengan berlian yang besar. Hanya dengan
latihan dan pengalaman yang luas dan banyak, seseorang akan dapat melihat
kualitas mutiara dengan baik. (Direktorat jendral perikanan, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Perikanan
dan Pertanian.2001.Tentang Budidaya Perikanan. Jakarta.
Rupp G. S., Parsons, G. J.,
Thompson, R. J., & de Bem, M. M., 2005. Influence of Environmental Factors,
Season and Size at Development on Growth and Retieval of Postlarval Lion’s Paw
Scallop Nodipecten nodusus (Linnaeus, 1758) From A Subtropical Environment.
Aquaculture 243: 195-216.
Sujoko, A. 2010.
Membenihkan Kerang Mutiara. Insan Madani. Yogyakarta.
Sutaman. 1993. Tiram Mutiara
Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
128 hlm.
Winanto, T. 2004. Memproduksi
Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta.
95 hlm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar