IDENTIFIKASI BUDIDAYA
IKAN MAS DAN NILA DALAM KERAMBA JARING APUNG GANDA SECARA INTENSIF DI DANAU
TONDANO
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ekosistem Danau
mempunyai peranan yang penting sebagai penyimpan kekayaan plasma nutfath, penyedia air minum,
air untuk pertanian, pembangkit listrik, budidaya perikanan, pariwisata dan
lain-lain. Saat ini, konversi lahan dan polusi yang terjadi di DAS
mengakibatkan penurunan kualitas danau, seperti: pendangkalan dan penurunan
kualitas air danau. Pemerintah telah
menetapkan program nasional penyelamatan danau
2010-2014, dimana terdapat 15 danau prioritas yang perlu dipulihkan.
Danau Tondano adalah danau yang terletak didaerah kabupaten
Minahasa Induk dan merupakan danau terluas diprovinsi Sulawesi Utara. Dengan
luas 5600 Ha dan terletak diatas ketinggian 650 meter diatas permukaan laut
(KLH 2008). Danau Tondano berada didaerah tangkapan hujan (Catchement area). Danau Tondano yang dialiri oleh 26 sungai, 4
sungai diantaranya berukuran cukup besar sedangkan yang lainnya berukuran
kecil. Bahkan beberapa diantaranya mengalami kekeringan dimusim kemarau yang
panjang. Danau Tondano mendapatkan aliran air dari sungai-sungai dan saluran
irigasi serta saluran pemukiman enduduk. Danau Tondano hanya memilki satu
aliran air keluar danau (Out let)
yang menuju sungai Tondano serta melewati kota Tondano dan bermuara di Teluk
Manado (Manu,2008).
Danau
Tondano adalah bagian hulu dari Sungai Tondano terletak di Kabupaten Minahasa
dan merupakan Danau terbesar di Propinsi Sulawesi Utara. Dilihat dari 17 proses terbentuknya Danau Tondano
memiliki 2 versi yaitu danau yang
terbentuk sebagal hasil letusan gunung api purba (danau creater) dan danau
terjadi akibat terbendungnya sistem drainase sebagai akibat geantiklinal
Minahasa yaitu munculnya dua gunung api Soputan dan Mahawu. Daerah tangkapan
Danau Tondano sampai pada outlet titik pengamatan muka air di Tolour adalah
sebesar 191,94 km2. Secara geografis DAS Danau Tondano terletak di antara 10o6'06"-01o20'25"
LU (Lintang Utara) dan antara 124o45'04" - 124o58'20"
BT (Bujur Timur) memanjang dari Selatan ke Utara.
Bertambahnya jumlah
penduduk dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya makan ikan mengakibatkan
permintaan terhadap ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di Propinsi
Sulawesi Utara ikan mas dan nila merupakan ikan budidaya yang banyak diproduksi
karena merupakan ikan air tawar yang disukai konsumen.
I.
ISI
1.1.
Karakteristik
Danau Tondano
Danau Tondano mempunyai berbagai potensi, khususnya potensi sumber daya perikanan darat yang cukup besar. Produksi ikan dari Danau Tondano selama 2009
mencapai 1.234 ton atau mencapai 87 persen dari total produksi ikan air danau
Sulut pada 2009 sebanyak 1.420,9 ton. Di sepanjang Daerah Aliran Sungai
Tondano terdapat banyak pembudidaya yang
membudidayakan ikan mas dan ikan nila di dalam wadah karamba.
Menurut data yang
tercatat pada Stasiun Geofisika Tondano arah angin banyak bertiup menuju arah
Selatan pada bulan April sampai Oktober. Pada Bulan Januari sampal April arah
angin terbanyak bertiup menuju arah Utara, sedangkan pada Bulan November dan
Desember menuju arah Utara dan Barat. Kelembapan Udara relatif tinggi berkisar
antara 84% s/d 93%, temperatur antara 19°C dan 27°C Sedangkan evaporasi berkisar antara 1,0 mm s/d 4,6 mm.
Kiasifikasi iklim menurut Oldelman, bulan basah (> 200 mm) diwilayah Tondano
terjadi hanya pada satu bulan yaitu bulan Mei. Bulan transisi (100 s/d 200 mm)
terjadi selama delapan bulan pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Juni,
Juli, November dan Desember. Bulan kering (<100 mm) terjadi selama tiga bulan
pada bulan Agustus, September dan Oktober. Curah hujan rata-rata bervariasi
antara 1500 mm sampai dengan 2800 mm per tahun.
Luas Danau Tondano
bervariasi antara 44 km2 pada musim kemarau dan 48 km2
pada musim penghujan dengan keliling danau sebesar 35,5 km. Sungai-sungai yang
masuk ke Danau Tondano sebanyak 35 buah dan sebagian besar sungai musiman.
Sungai-sungai yang masih mengalir airnya pada musim kemarau adalah Sungai
Panasen, Saluwangko, Kolsimega, Sendow dan Ranowelang. Danau inl diapit oleh Pegunungan
Lembean, Gunung Kaweng, Bukit Tampusu, dan Gunung Masarang.
1.2.
Fungsi
dan Manfaat Danau
Danau Tondano mempunyai fungsi sebagai sumber air pertanian,
perikanan, PDAM dan PLTA. Untuk keperluan operasi PLTA jenis kaskade,
dibutuhkan muka air danau minimal pada elevasi 681,156 m dpl atau 1,31 m di
AWLR Tolour dengan debit sedikitnya 8,30 m3/det. Dengan duga muka air danau
maksimal untuk PLTA pada debit rencana periode 10 tahun yang terjadi pada
elevasi 682,83 m dpl atau 2,984 m di AWLR Tolour (Tolour tidak terkena banjir).
Danau ini juga dimanfaatkan sebagai budidaya perikanan
karamba dan jaring apung yang berjumlah kurang lebih 459 buah dengan luas
67.293 m2 dan Produksi ikan 9115,1 ton per tahun (sumber, Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Utara), Pertanian/Irigasi ada sekitar 3000 Ha sawah
yang merupakan pemasok padi untuk Kabupaten Minahasa, Peternakan unggas (itik
di sekitar Danau Tondano), rumah makan tepi Danau, pertambangan galian golongan
C, serta pariwisata.
1.3.
Topografi dan Tata Guna Lahan
Keadaan
topografi DAS tondano pada umumnya merupakan daerah pegunungan dan
berbukit-bukit yang tersebar pada wilayah sungainya. Sebagian besar areal
berada pada daerah administratif Kabupaten Minahasa, yaitu seluas 561,65 km2
dan hanya kurang lebih 30 km2 saja yang merupakan wilayah administratif Kota
Manado atau hanya sekitar 5,3% saja. Gunung-gunung tersebut beberapa ada yang
masih aktif dan berketinggian antara 1000 – 2000 meter di atas permukaan
laut. Pada dataran pedalaman yang relatif sempit dengan aliran sungai yang
besar dan kecil yang dalam membentuk lembah-lembah pada bagian-bagian tertentu,
membentuk hutan-hutan pegunungan, danau-danau dengan flora dan fauna yang
beraneka ragam.
Pola penggunaan lahan di wilayah
studi di bagi menjadi dua kategori, yaitu lahan sawah dan lahan kering. Lahan
sawah dapat ditanami dengan padi dan lahan basah, tambak atau rawa yang dapat
ditanami ikan. Sedangkan lahan kering terdiri dari pemukiman, tegalan,
perkebunan, hutan, fasilitas umum dan lain-lain. Persentase penggunaan lahan
diantaranya kebun campuran (14,5 %), hutan (8,0 %) dan yang terbesar didominasi
oleh perkebunan negara atau swasta (41,3 %). Sedangkan lahan pekarangan untuk
areal terbangun hanya menyita 6,4 % saja dari luas keseluruhan, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam Tabel berikut.
1.4.
Budidaya
Ikan di Danau Tondano dan Permasalahannya
Danau ini juga
dimanfaatkan sebagai budidaya perikanan karamba dan jaring apung yang berjumlah
kurang lebih 459 buah dengan luas 67.293 m2 dan Produksi ikan 9115,1 ton per
tahun (sumber, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara),
Pertanian/Irigasi ada sekitar 3000 Ha sawah yang merupakan pemasok padi untuk
Kabupaten Minahasa, Peternakan unggas (itik di sekitar Danau Tondano), rumah
makan tepi Danau, pertambangan galian golongan C, serta pariwisata.
Budidaya ikan dalam
Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu teknologi budidaya yang handal
dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan danau dan waduk. Usaha budidaya ikan mas dan nila dalam Keramba Jaring Apung di Danau Tondano telah
berkembang dengan pesat, namun perkembangannya tidak terkendali, dan dimana
terlalu banyak menyita areal perairan danau. Keadaan ini berdampak negatif terhadap lingkungan perairan yang pada
gilirannya dapat menimbulkan konflik diantara pengguna perairan, serta kematian
massal ikan akibat gas beracun (NH3 dan H2S) yang
dihasilkan dari pembusukan (Mantau, 2009).
pembesaran ikan mas dan
ikan nila pun berlangsung dengan cepat. Dimasa datang teknologi yang diperlukan
adalah teknologi Keramba Jaring Apung
yang ramah lingkungan, teknologi efisien dan produktivitasnya tinggi serta
dampak negatifnya diupayakan seminimal mungkin terhadap lingkungan perairan. Salah satu teknologi budidaya Keramba Jaring
Apung yang dianggap efisien dan produktivitasnya tinggi adalah teknologi
budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung Ganda (Kartamihardja, 1997). Pada
prinsipnya karena KJA Ganda ini lebih menghemat tempat/lokasi pemeliharaan
dibanding KJA tunggal dan minimnya pakan ikan mas yang terbuang karena
dimanfaatkan oleh ikan nila maka dapat dikatakan bahwa KJA Ganda ini lebih
efisien dan lebih ramah lingkungan dibanding KJA tunggal. Demikian pula hasil
ekskresi ikan mas dapat pula dimanfaatkan sebagai makanan oleh ikan nila sebab
secara morfologis ikan nila bersifat omnivora cenderung herbivora (Suyanto,
1994; pengalaman pribadi).
Selama peoses budidaya
ikan nila dan mas yang dilakukan didalam karamba jaring apung ganda secar
intensif dalam 1 setiap siklus/ periode menggunakan pakan sebanyak 1ton. Dan
dalam 1 tahun = 4 siklus/peride jadi banyaknya pakan yang digunakan adalah 4
ton pellet. Akumulasi sisa-sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan. Permasalahan
Danau tondano yang utama adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan
Daerah Tangkapan Air (DTA)
Degradasi daerah tangkapan air
terjadi karena penebangan liar dan pembukaan lahan di hutan bagian hulu.
2. Kerusakan
Sempadan
Okupasi
lahan oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, pemukiman,
ladang/perkebunan, sarana prasarana pariwisata dan lain sebagainya.
3. Pencemaran
Perairan
· Keramba
Jaring Apung (KJA) yang hingga tahun 2009 jumlahnya mencapai 2.849 Unit.
· Peningkatan
erosi dan sedimentasi, sehingga terjadi pendangkalan danau dengan tingkat
sedimentasi rata-rata sebesar 0,4 m/th. Sedangkan tingkat erosi yang terjadi di
bagian hulu berkisar pada 28,86 – 63,00 ton/ha/tahun (UNSRAT, 2000).
Pendangkalan danau dalam kurun waktu 66 tahun semakin meningkat, dimana
kedalaman semula sedalam 40 meter sampai dengan tahun 2000 kedalamannya hanya
sebesar 14 meter. Penurunan kualitas air
Danau Tondano.
· Terjadinya
peningkatan volume sampah/tumbuhan air maupun limbah domestik yang masuk
sebagai inlet dengan volume rata-rata 2-5 truck/hari. Disamping itu penurunan
kualitas perairan pun disebabkan oleh tingginya kadar P (Phosphor) dan N
(Nitrogen), limbah cair dan padat yang berasal dari pemukiman, sarana wisata
(hotel dan restoran), pertanian, pakan ikan serta minyak dan oli dari perahu
nelayan dan perahu transportasi.
· Penurunan
tinggi permukaan air Danau Tondano.
· Bencana
banjir yang terjadi akibat dari pendangkalan danau dan kegiatan illegal logging
pada kawasan DTA (hulu), sehingga ketika hujan datang akan terjadi penggerusan
lahan/erosi lahan yang mengalir memasuki Danau Tondano.
· Okupasi
lahan oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, pemukiman,
ladang/perkebunan, serana prasarana pariwisata dan lain sebagainya.
· Eutrofikasi
perairan Danau Tondano akibat dari pengkayaan unsur hara di perairan danau
yaitu peningkatan kadar P dan N. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran enceng
gondok pada permukaan air Danau Tondano yang mencapai luas 242,67 ha atau 5,20%
dari luas danau.
1.5.
Kualitas
Air Danau Tondano dan Pencemaran Perairan
Keramba
Jaring Apung (KJA) yang hingga tahun 2009 jumlahnya mencapai 2.849 Unit. Peningkatan erosi dan sedimentasi,
sehingga terjadi pendangkalan danau dengan tingkat sedimentasi rata-rata
sebesar 0,4 m/th. Sedangkan tingkat erosi yang terjadi di bagian hulu berkisar
pada 28,86 – 63,00 ton/ha/tahun (UNSRAT, 2000). Pendangkalan danau dalam
kurun waktu 66 tahun semakin meningkat, dimana kedalaman semula sedalam 40
meter sampai dengan tahun 2000 kedalamannya hanya sebesar 14 meter. Berikut
tersaji data pendangkalan pada Danau Tondano :
Tabel 3. Data
Penurunan Kedalaman Danau Tondano
Tahun
|
Kedalaman
(m)
|
1934
|
40
|
1974
|
28
|
1983
|
27
|
1987
|
20
|
1992
|
16
|
1996
|
15
|
2000
|
14
|
Penurunan
kualitas air Danau Tondano.Terjadinya peningkatan volume sampah/tumbuhan air
maupun limbah domestik yang masuk sebagai inlet dengan volume rata-rata 2-5
truck/hari. Disamping itu penurunan kualitas perairan pun disebabkan oleh
tingginya kadar P (Phosphor) dan N (Nitrogen), limbah cair dan padat yang
berasal dari pemukiman, sarana wisata (hotel dan restoran), pertanian, pakan
ikan serta minyak dan oli dari perahu nelayan dan perahu transportasi.
Penurunan
tinggi permukaan air Danau tondano.Bencana banjir yang terjadi akibat
dari pendangkalan danau dan kegiatan illegal logging pada kawasan DTA (hulu),
sehingga ketika hujan datang akan terjadi penggerusan lahan/erosi lahan yang
mengalir memasuki Danau Tondano. Okupasi lahan oleh masyarakat sekitar menjadi
lahan pertanian, pemukiman, ladang/perkebunan, serana prasarana pariwisata dan
lain sebagainya. Eutrofikasi perairan
Danau Tondano akibat dari pengkayaan unsur hara di perairan danau yaitu
peningkatan kadar P dan N. Hal ini ditunjukkan dengan penyebaran enceng gondok
pada permukaan air Danau Tondano yang mencapai luas 242,67 ha atau 5,20% dari
luas danau.
1.6. Perhitungan Kandungan Phospor
Salah satu teknologi
budidaya Keramba Jaring Apung yang dianggap efisien dan produktivitasnya tinggi
adalah teknologi budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung Ganda (Kartamihardja,
1997). Pada prinsipnya karena KJA Ganda ini lebih menghemat tempat/lokasi
pemeliharaan dibanding KJA tunggal dan minimnya pakan ikan mas yang terbuang
karena dimanfaatkan oleh ikan nila maka dapat dikatakan bahwa KJA Ganda ini
lebih efisien dan lebih ramah lingkungan dibanding KJA tunggal. Demikian pula
hasil ekskresi ikan mas dapat pula dimanfaatkan sebagai makanan oleh ikan nila
sebab secara morfologis ikan nila bersifat omnivora cenderung herbivora
(Suyanto, 1994; pengalaman pribadi).
Pengelolaan usaha
budidaya yang kurang baik juga memberikan umpan balik yang merugikan terhadap
operasional budidaya, seperti membatasi jumlah unit Karamba Jaring Apung (KJA)
dan menurunnya produksi ikan. Terlepas
dari semuanya itu, masalah utama yang sering dihadapi petani KJA di Danau Tondano
adalah masih terus meruginya usaha budidaya ikan mereka karena rendahnya
produktivitas dan masalah kualitas air, dimana meningkatnya produksi gas-gas
beracun (amoniak, H2S, dll) pada awal musim penghujan yang oleh masyarakat
setempat disebut aer busu. Selain itu
masalah lainnya adalah pendangkalan Danau Tondano, sehingga penempatan KJA
lama-kelamaan semakin ke tengah perairan. Pada dasarnya penempatan KJA harus
pada kedalaman air minimal berkisar antara 2 - 3 m dan kedalaman optimal 5 - 7 m dengan kecerahan air 1 - 2 m (Mantau, et.al, 2004).
Masalah klasik yang
umumnya ditemui pada danau-danau atau waduk-waduk tempat dikembangkannya
budidaya ikan dalam jaring adalah masalah daya dukung perairan (carrying
capacity). Demikian halnya yang terjadi di Danau Tondano, dimana terdapat
sekitar 6000 unit KJA yang ditebari pakan ikan sekitar 1825 ton/tahun (Diskan
Kab.Minahasa, 1996). Sangat jauh dari kondisi optimal jumlah KJA di Danau
Tondano yang hanya berkisar 4000 – 5000 unit (Winowatan, 2002). Selain itu akumulasi
timbunan bahan organik khususnya dari buangan sisa pakan dan kotoran ikan telah
menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Hal ini berpengaruh langsung pada kualitas
perairan danau. Hasil penelitian dari Unsrat Manado menemukan bahwa kadar
ammoniak (NH3) dan sulfide (H2S) pada kedalaman 0 – 3 m adalah sebesar 0.08
mg/l dan 0.37 mg/l sedangkan pada bagian dasar perairan masing-masing sebesar
0.11 mg/l dan 0.56 mg/l. Padahal
standart mutu baku air danau untuk Golongan A (air minum) untuk kedua
jenis senyawa tersebut adalah < 0.05 mg/l dan untuk Golongan C (usaha
budidaya perikanan dan peternakan) adalah < 0.02 mg/l. 2 Sehingga jika tidak cepat diatasi maka
lama-kelamaan Danau Tondano tidak layak lagi untuk diusahakan budidaya ikan dan
airnya tidak boleh dijadikan air minum.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka BPTP Sulut melakukan introduksi penggunaan KJA Ganda untuk
budidaya ikan mas dan nila, dimana prinsipnya dengan penerapan konstruksi ini
maka daya dukung danau dapat teroptimalkan, pencemaran air danau
terminimalisasi, biaya operasional khususnya pakan ikan (pellet) dapat ditekan
karena hanya ikan mas yang diberi makan, produksi ikan meningkat yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan petani Sehingga dari kegiatan proyek usaha
budidaya Keramba Jaring Apung Ganda (KJA-G) ini diharapkan bukan saja layak
diterapkan petani secara finansial maupun ekonomi, namun juga mendatangkan
keuntungan dari aspek lingkungan dimana
akan mereduksi akumulasi bahan-bahan organik yang berasal dari sisa pellet dan
kotoran ikan yang akan mengurangi kualitas air danau.
III.
PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
1. Selain layak secara finansial dan
ekonomi maka secara teknis penggunaan Keramba Jaring Apung Ganda (KJA Ganda)
untuk pembesaran ikan mas dan nila cocok diterapkan untuk meningkatkan
pendapatan petani, mengoptimalkan pemanfaatan pakan sisa ikan mas oleh ikan
nila sehingga polusi air yang ditimbulkan oleh akumulasi dekomposisi sisa pakan
di dasar perairan dapat ditekan sekecil mungkin.
2.
Banyaknya jumlah pgosfor yang terkandung
dalam perairan Danau Tondano dengan budidaya ikan nila dan mas dalam karamba jaring apung ganda adalah 1,17 mg/m3.
3.
Dari aspek lingkungan membawa dampak
positif bagi kualitas perairan danau
sehingga kelangsungan usaha lebih terjamin.
1.2.
Saran
Dalam kegiatan budidaya
ikan nila dan mas dalam karamba jaring apung ganda Perlu adanya regulasi yang
permanen mengenai penggunaan KJA Ganda dalam usaha budidaya ikan mas dan nila
di Danau Tondano, sehingga daya dukung (carrying
capacity) danau bisa terjaga dalam kurun waktu yang lebih panjang.
Daftar Pustaka
Anonimus.
2009. Danau Tondano. Blogspot.
Kartamihardja,
E. S. 1997. Pengembangan dan Pengelolaan Budidaya Ikan dalam
Keramba Jaring
Tancap Ramah Lingkungan di Perairan
Waduk dan
Danau
Serbaguna. Prosiding Simposium Perikanan
Indonesia II.
Mantau,
Z. 2009. Analisis Kelayakan Investasi usaha Budidaya Ikan Mas Dan
Nila Dalam Karamba Jaring Apung Ganda Di
Pesisir Danau Tondano
Manu,
Gaspar. Dkk.2008. Studi Fitoplankton di Danau Tondano Propinsi
Sulawesi Utara. FPIK. UNSRAT.
Winowatan,
A.F., 2002. Pengelolaan DAS Tondano Harus Terpadu dan Merdeka.
Manado Post edisi Jumat, 18 Agustus
2002.